BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Surah Yusuf terdiri atas 111 ayat, termasuk
golongan surah-surah Makkiyyah karena diturunkan di Mekah sebelum hijrah. Surah
ini dinamakan surah Yusuf adalah karena titik berat dari isinya adalah mengenai
riwayat Nabi Yusuf a.s. riwayat tersebut salah satu diantara cerita-cerita
ghaib yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai mukjizat bagi beliau,
sedang beliau sebelum diturunkan surah ini tidak mengetahuinya. Menurut riwayat
Al-Baihaqi dalam kitab Ad Dalail bahwa segolongan orang Yahudi masuk islam
sesudah mendengar cerita Yusuf a.s. ini, Nabi Muhammad SAW. Mengambil
pelajaran-pelajaran yang banyak dan merupakan penghibur terhadap beliau dalam
menjalankan tugas.
|
1.2 Rumusan Masalah
a.
Apa Asbabun Nuzul tentang surah Yusuf ?
b.
Apa keutamaan dan kelebihan surah Yusuf dari surah yang lain ?
c.
Kenapa surah ini dinamakan surah Yusuf ?
d.
Apa isi kandungan pokok dalam surah Yusuf ?
e.
Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam surah Yusuf ?
1.3 Tujuan Masalah
Adanya rumusan masalah
diatas ini, penulisan makalah ini bertujan untuk mengetahui tentang :
a. Asbabun Nuzul surah Yusuf
b. Keutamaan dan kelebihan surah Yusuf
c. Sebab penamaan surah Yusuf
d. Isi kandungan pokok dalam surah Yusuf
e. Nilai-nilai pendidikan yang ada didalam surah Yusuf
|
PEMBAHASAN
A. Asbabun Nuzul Surah Yusuf
نحن نقصّ عليك احسن القصص بمآ او
حينآ اليك هذا القرانفانصلى وان كنت من قبله لمن الغفلين
Kami
menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Qur’an ini kepadamu, dan
sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang
belum mengetahuai.
(Q. S. Yusuf: 3)
Dalam suatu riwayat
dikemukakan bahwa setelah sekian lama turun ayat-ayat al-Qur’an kepada Nabi
saw. Dan dibacakannya kepada para sahabat, mereka berkata: “ Ya Rasulullah,
bagaimana jika tuan bercerita kepada kami?” Maka Allah Menurunkan, Allahu
nazzala ahsanal hadits ... (Allah Telah Menurunkan Perkataan yang paling baik
...) sampai akhir ayat ( Q. S. 39 az- Zumar: 23)[1] ,
yang menegaskan bahwa Allah telah menurunkan sebaik-baik cerita.
|
Menurut riwayat lain,
para sahabat itu berkata: “ Ya Rasulullah, bagaimana jika tuan mengisahkan
sesuatu kepada kami?” Maka Allah Menurunkan Ayat ini ( Q. S. 12 Yusuf : 3) yang
menegaskan bahwa di dalam al-Qur’an sudah terdapat kisah-kisah yang baik
sebagai teladan bagi kaum Mukminin. ( Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang
bersumber dariIbnu ‘Abbas. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Muduwaih yang bersumber dari Ibnu Mas’ud).[3]
Diriwayatkan dari Sa’id
bin Abi Waqqas bahwasanya suatu ketika para sahabat meminta kepada Rasulullah
untuk bercerita tentang kisah-kisah indah umat sebelum mereka. Permintaan
sahabat ini juga yang kemudian menyebabkan diturunkannya surah Az-Zumar ayat 23 yang menjelaskan bahwa Al-Qur’an
adalah sebaik-baik kisah. Kemudian, turunlah ayat ini.
B. Keutamaan
dan Kelebihan Surah Yusuf
Surah ini turun
berkenaan dengan pembicaraan antara sekelompok kafir Quraisy dan sekelompok
orang Yahudi. Dalam perbincangan itu, orang Yahudi meminta sekelompok orang
kafir untuk menanyakan kepada Muhammad, mengapa anak cucu Ya’kub berpindah
tempat tinggal dari Syam ke Mesir dan bagaimana hakikat kisah dari Nabi Yusuf.
Maka, turunlah surah ini.
C. Sebab
Penamaan
Surah Yusuf adalah
satu-satunya nama dari surah ini. Ia dikenal sejak masa Nabi Muhammad saw.
Penamaan itu sejalan juga dengan kandungannya yang menguraikan kisah Nabi Yusuf
as. Berbeda dengan banyak nabi yang lain, kisah beliau hanya disebut dalam
surah ini. Nama beliau-sekadar nama-disebut dalam surah al-An’am dan surah
al-Mu’min (Ghafir).[4]
Dinamakan surah Yusuf karena sebagian besar isinya menceritakan
kisah Nabi Yusuf. Berbagai cobaan beliau hadapi (maker saudara-saudaranya,
berpisah dengan orang tua yang dicintainya, dirayu wanita, dipenjara, dll).
Namun, berkat kesabarannya maka Allah mengganti cobaan tersebut dengan
kebaikan dan kenikmatan. Riwayat
tersebut salah satu diantara cerita-cerita gaib yang diwahyukan kepada nabi
Muhammad sebagai mukjizat bagi dia, sedang dia sebelum diturunkan surah ini
tidak mengetahuinya. Menurut riwayat Al-Baihaqi dalam kitab ad-Dalail bahwa
segolongan orang Yahudi masuk agama Islam sesudah mereka mendengar cerita Yusuf
ini, karena sesuai dengan cerita-cerita yang mereka ketahui. Dari cerita Yusuf
ini, Nabi Muhammad mengambil pelajaran-pelajaran yang banyak dan merupakan
penghibur terhadap dia dalam menjalankan tugasnya.
D. Isi
Kandungan Pokok
Surah Yusuf yang
ayat-ayatnya terdiri dari 111 ayat, adalah surah yang kedua belas dalam
perurutan Mushaf, sesudah surah Hud an sebelum surah al-Hijr. Penempatan nya
sesudah surah Hud sejalan dengan masa turunnya, karena surah ini dinilai oleh
banyak ulama turun setelah turunnya surah Hud.
Yusuf adalah putra Ya’qub Ibn
Ibrahim as. Ibunya adalah Rahil, salah seorang dari tiga istri Nabi Ya’qub as.
Ibunya meninggal ketika adiknya, Benyamin, dilahirkan, sehingga ayahnya
mencurahkan kasih sayang yang besar kepada keduanya melebihi kasih sayang
kepada kakak-kakaknya. Ini menimbulkan kecemburuan yang akhirnya mengantar
mereka menjerumuskannya kesumur. Ia dipungut oleh kafilah orang-orang Arab yang
sedang menuju ke Mesir. Ketika itu, yang berkuasa di Mesir adalah dinasti yang
digelari oleh oraang Mesir dengan Heksos, yakni “para pengembala babi”. Pada
masa kekuasaan Abibi yang digelari oleh al-Qur’an dengan al-malik-bukan Fir’aun-Yusuf
tiba dan dijual oleh kafilah yang menemukannya kepada seorang penduduk Mesir
yang menurut perjanjian lama bernama Potifar yang merupakan kepala pengawal
raja.ini terjadi sekitar 1720 SM. Setelah perjalanan hidup yang berliku-liku,
pada akhirnya Nabi Yusuf as. Mendapat kedudukan tinggi, bahkan menjadi penguasa
Mesir setelah kawin dengan putri salah seorang pemuka agama. Nabi Yusuf as.
Meninggal di Mesir sekitar 1635 SM. Konon jasadnya diawetkan sebagaimana
kebiasaan orang-orang Mesir pada masa itu. Dan ketika orang-orang Isra’il
meninggalkan Mesir, mereka membawa jasad/mumi beliau dan dimakamkan disatu
tempat yang bernama Syakim. Demikian antara lain keterangan Thahir Ibn ‘Asyur.
Surah Yusuf
turun di Mekah sebelum Nabi saw. Berhijrah ke Madinah. Situasi dakwah ketika
itu serupa dengan situasi turunnya surah Yunus, yakni sangat kritis, khususnya
setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj di mana sekian banyak yang meragukan
pengalaman Nabi saw. Itu; bahkan sebagian yang lemah imannya menjadi murtad. Di
sisi lain, jiwa Nabi Muhammad saw. Sedang diliputi oleh kesedihan, karena istri
beliau, Sayyidah Khadijah ra., dan paman beliau, Abu Thalib, baru saja wafat.
Nah, dalam situasi semacam itulah turun surah ini untuk menguatkan hati Nabi
saw.
Dalam kisah
ini, pribadi tokohnya - Nabi Yusuf as. – dipaparkan secara sempurna dan dalam
berbagai bidang kehidupannya. Dipaparkan juga aneka ujian dan cobaan yang
menimpanya serta sikap beliau ketika itu. Perhatikanlah bagaimana surah ini
dalam salah satu episodenya menggambarkan bagaimana cobaan yang menimpa beliau
bermula dari gangguan saudara-saudaranya, pelemparan masuk kesumur tua,
selanjutnya bagaimana beliau terdampar ke negeri yang jauh, lalu rayuan seorang
wanita cantik, kaya dan istri penguasa yang dihadapi oleh seorang pemuda normal
yang pasti memiliki juga perasaan dan birahi; dan bagaimana kisahnya berakhir
dengan sekses setelah berhasil istiqamah dan bersabar. Sabar dan istiqamah
itulah yang merupakan kunci keberhasilan, dan itu pula yang dipesankan kepada Nabi
Muhammad saw. Pada akhir surah yang lalu. Di akhir surah yang lalu juga ( ayat
115) disebutkan bahwa Allah swt. Tidak menyia-nyiakan ganjaran al-muhsinin.
Untuk membuktikan hal tersebut, dikemukakan kisah Nabi Ya’qub as., dua orang
yang sabar sekaligus termasuk kelompok muhsinin yang tidak disia-siakan
Allah swt. Amal-amal baik mereka.
Surah ini
adalah wahyu ke- 53 yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. Keseluruhan
ayat-ayatnya turun sebelum baliau berhijrah. Ada pendapat yang menyatakan bahwa
tiga ayatnya yang pertama turun seteleh Nabi berhijrah, lalu ditempatkan pada
awal surah ini.
Ketiga ayat yang dinilai turun di
Madinah itu sungguh tepat merupakan mukadimah bagi uraian surah ini sekaligus
sejalan dengan penutup surah dan dengan demikian ia merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan. Karena itu, sungguh tepat pula yang menilai bahwa
pendapat yang mengecualikan itu adalah lemah, atau seperti tulis as-Suyuthi
dalam al-Itqan, “tidak perlu diperhatikan”.
Tujuan utama
surah ini menurut al-Biqa’i, adalah untuk membuktikan bahwa kitab suci
al-Qur’an benar-benar adalah penjelasan menyangkut segala sesuatu yang
mengantar kepada petunjuk, berdasar pengetahuan dan kekuatan Allah swt. Secara
menyeluruh – baik terhadap yang nyata maupun yang gaib. Nah, kisah surah ini
adalah yang paling tepat untuk menunjukkan tujuan yang dimaksud. Dengan
al-Biqa’i.
Surah ini
merupakan surah yang unik. Ia menguraikan suatu kisah menyangkut satu pribadi
secara sempurna dalam banyak periode. Biasanya al-Qur-an menguraikan kisah seseorang
dalam satu surah yang berbicara tentang banyak persoalan, dan kisah itu pun
hanya dikemukan satu atau dua episode, tidak lengkap sebagaimana halnya surah
Yusuf ini. Ini salah satu sebab mengapa sementara ulama memahami bahwa; kisah
surah ini yang ditunjuk oleh ayatketiganya, sebagai ahsan al-Qashash (sebaik-baik kisah).
Disamping kandungannya yang demikian kaya dengan pelajaran, tuntunan dan
hikmah, kisah ini kaya pula dengan gambaran yang sungguh hidup melukiskan
gejolak hati pemuda, rayuan wanita, kesabaran, kepedihan dan kasih sayang
seorang ayah. Kisah ini juga mengundang imajinasi, bahkan memberi aneka
informasi tersurat dan tersirat tentang sejarah masa silam.
Sebelum
memasuki penafsiran ayat-ayat surah ini, perlu digaris bawahi bahwa kisah-kisah
al-Qur’an bermacam-macam. Walaupun penulis tidak sependapat dengan mereka yang
menyatakan bahwa al-Qur’an terdapat kisah yang berupa legenda, tetapi penulis
tidak menolak pendapat yang menyatakan bahwa ada unsur imajinasi, atau kisah
simbolik dalam al-Qur’an. Unsur-unsur yang dinyatakan mutlak adanya bagi satu
kisah yang menarik, misalnya kehadiran tokoh wanita terpenuhi dalam banyak
kisah-kisahnya. Salah satu yang sangat menonjol adalah dalam surah ini. Hanya
perlu dicatat bahwa al-Qur’an, ketika memaparkan persoalan wanita atau seks,
maka itu dikemukakannya dalam bahasa yang sangat halus, tidak mengandung
rangsangan birahi atau tepuk tangan pembacanya. Berbeda dengan banyak kisah
dewasa ini.[5]
E. Nilai
Pendidikan
1. Sikap terbuka diantara Yusuf dan ayahnya Ya’qub
Sikap terbuka
dan komunikasi yang baik terjalin antara anak dan ayah, terlihat ketika Yusuf
mengadukan mimpinya kepada ayahnya yaitu ketika Yusuf putra Ya’qub berkata
kepada ayahnya, “Wahai ayahku, sesungguhnya aku telah bermimpi melihat sebelas
bintang yang sangat jelas cahayanya serta matahari dan bulan, telah kulihat
semuanya bersama-sama mengarah kepadaku, tidak ada selain aku dan mereka semua
benda langit itu dalam keadaan sujud kepadaku seorang.[6]
Quraish Shihab
menjelaskan bahwa apa yang disampaikan itu merupakan sesuatu yang sangat besar,
apalagi bagi seorang anak kecil yang hatinya masih diliputi oleh kesucian dan
kasih sayang ayahnya. Sedangkan kasih sayang ayahnya tersebut disebut pula
dengan penghormatan kepada beliau. Tapi sangat disayangkan sebagai orang tua,
Ya’qub kurang adil terhadap putra-putranya yang seharusnya lebih membuka diri,
sehingga anak dapat mencurahkan perasaan-perasaannya dengan memperhatikan
apakah ada tanda-tanda adanya perasaan yang tidak enak pada diri mereka. Di
sini peran sikap adil dan bijaksana mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap mental dan kepribadian sang anak. Kalau saja Ya’kub bersikap adil dan
bijaksana pada saudara-saudara Yusuf, maka mereka akan merasa diperhatikan dan
merasa tidak dibeda-bedakan sekalipun dari seorang isteri yang bukan
pilihannya.
Peran ayah
seharusnya bisa menjaga agar perasaan (sayangnya pada Yusuf) tidak keluar
sampai kelihatan atau salah artikan oleh saudara-saudarnya. Jadi salah satu
tugas orang tua yang paling kritis adalah membantu anak-anak tumbuh dengan
keterampilan sosial dan kesehatan emosional. Aturan keluarga, waktu untuk
diskusi dan pemecahan masalah keluarga dan niat baik serta semngat kerja sama
akan menempatkan anak-anak pada jalur konstruktif positif.[7]
Sehingga saudara-saudara Yusuf tidak akan timbul niatan jahat terhadap yusuf.
Dalam konteks
sekarang ini, sikap terbuka yang diperlihatkan oleh Yusuf sebagai seorang anak
terhadap Ya’qub sebagai seorang anak kiranya sangan relevan untuk diterapkan
dalam kehidupan berkeluarga. Dimana peran ayah sebagai orang tua sekaligus
sebagai pendidik harus bisa memahami keadaan anak-anaknya, terbuka, adil dan
bijaksana. Perhatian dan curahan kasih sayang seorang ayah harus bisa dirasakan
oleh semua anak-anaknya. Jangan sampai ada perasaan dari sebagian anak yang
merasa dibedakan.
2.
Kebijaksanaan seorang kepada keluarga
Peristiwa ini
bermula ketika Zulaikha seorang isteri pejabat pemerintahan di Mesir (aziz)
menggoda mau memperkosa Yusuf, sehingga Yusuf mendapati robek bajunya ketika
dia lari dari kejaran Zulaikha. Pada saat itu, suami Zulaikha memergokinya dan
mendatangkan saksi terhadap kejadian tersebut. Yang mana dari hasil kesaksian
tersebut Yusuf divonis tidak bersalah. Walaupun Yusuf divonis tidak bersalah,
sebagai seorang kepala keluarga (aziz) mengambil suatu kebijakan untuk menjaga
keutuhan dan nama baik keluarga. Hal ini tercermin dalam perkataan Aziz (suami)
tersebut ketika berkata:
“Yusuf,
berpalinglah dari ini, dan engkau ( hai wanita) mohonlah ampun atas dosamu...”[8]
Apa yang diputuskan suami telah menyelesaikan persoalan.
Peristiwa ini,
menurut Quraish Shihab, merupakan salah satu peristiwa yang sering terjadi pada
rumah-rumah keluarga “terhormat” yang kurang memperhatikan tuntunan agama.
Mereka tahu dan menyadari bahwa perbuatan mereka buruk, tetapi di saat yang
sama mereka ingin tampil atau paling tidak diketahui sebagai keluarga terhormat
yang memelihara nilai-nilai moral. Karena itu kasus yang seperti ini harus
ditutup dan dianggap seakan-akan tidak perlu ada.[9]
3. Raja yang
adil / Menegakkan keadilan
Menurut Quraish
Shihab, penggunaan kata malik / raja dalam ayat ke-43 surah Yusuf
mengisyaratkan bahwa kepala negara atau raja di Mesir ketika itu berlaku adil
dan tidak sewenang-wenang. Hal ini terbukti dengan diadakannya upaya
penyelidikan terhadap kasus Nabi Yusuf, memberikan kebebasan beragama dan
memberikan jabatan penting kepada orang yang berlainan keyakinan dengan sang
raja untuk menjalankan tugas kepemerintahan sebagaimana yang ditugaskan kepada
yusuf.
Kalau melihat
konteks sekarang sifat-sifat raja tersebut kiranya sangat relevan kalau dimiliki
oleh para pemimpin negara dalam rangka melaksanakan tugas kenegaraan untuk
mencapai kemakmuran. Dimana masa sekarang merupakan suatu masa yang sangat
kompleks sebagai sebuah sunnatullah dengan bertambahnya usia zaman dan
jumlah penduduk, maka akan bertambah pula problematika yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat. Maka oleh karena itu seorang pemimpin haruslah
mempunyai karakter-karakter sebagai berikut: 1) mempunyai sikap toleran dan
menghilangkan perasaan sukuisme dengan cara menyatukan perbedaan sekaligus
mengikis perasaan sektarian-isme. 2) memiliki landasan kerjasama dan
solidaritas yang diletakkan dalam kerangka yang luas. 3) mampu menghilangkan
kultur organisme baik organisme suku, masa, sosial, politik dan lain-lain. Yang
mana semua itu hanya akan menambah deretan persoalan sekaligus memperlebar
jurang perbedaan. Dengan kata lain seorang pemimpin haruslah netral dala
memutuskan suatu kebijakan tanpa adanya pengaruh-pengaruh dari luar. 4) terbuka
dalam arti seorang pemimpin haruslah terbuka terhadap dinamika internal
masyarakat.[10]
5) memiliki sifat amanah. [11]
Pengertian amanah berarti menempatkan sesuatu pada tempat yang wajar, seperti
juga kedudukan tidak diberikan kecuali pada orang-orang yang betul-betul ahli
dan mampu menunaikan tugas-tugas dan kewajibannya dengan benar.
Bangsa tidak
mengemban (mempunyai) amanat, itulah bangsa yang mempermainkan kepentingan yang
telah ditetapkan, sehingga melemahkan kemampuan orang-orang yang ahli (mampu).
Meraka mengabaikan tenaga-tenaga ahli untuk menetapkan orang-orang lemah yang
tidak mampu (bukan tenaga ahli).[12]
4. Permintaan
Jabatan/Profesionalitas
Bermula dari
mimpinya seorang raja dan meminta pertolongan kepada Yusuf untuk menafsirkan
mimpinya dan apa yang ditafsirkan oleh Yusuf sang raja mempercayainya, maka
Yusuf diberikan tempat oleh sang raja untuk menduduki jabatan
dipemerintahannya. Maka apa yang dilakukan yusuf kepada sang raja adalah
meminta jabatan untuk ditempatkan sebagai bendaharawan. Hal ini bisa tercermin
dalam surah Yusuf ayat 55:
“Berkata Yusuf:
Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir) karena sesungguhnya aku adalah orang
yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”.
Apa yang
dilakukan Yusuf dengan meminta jabatan kepada sang raja dalam masa sekarang
masih relevan dan sering terjadi. Permintaan jabatan yang diajukan Yusuf tidak
bertentangan dengan moral agama yang meminta jabatan, permintaan ini
berdasarkan pengetahuannya bahwa tidak ada yang lebih tepat dari dirinya dalam
tugas tersebut dan tentunya dengan tujuan menyebarkan dakwah ilahiah. Ayat
diatas selanjutnya dapat menjadi dasar untuk membolehkan seseorang untuk
mencalonkan diri atau kampanye untuk dirinya, selama motivasinya demi
kepentingan masyarakat, serta merasa mampu atas jabatan tersebut. Lanjut
Quraish Shihab, syarat bagi pejabat serta berlaku umum kapan dan dimana saja,
yaitu memegang suatu jabatan haruslah benar-benar amat tekun memelihara amanah
dan amat berpengetahuan.
5. Sabar
Banyak
kisah-kisah di dalam Al-Qur’an sering dikemukakan sebagai tamsil, itibar
atau perumpamaan, agar manusia mau tafakkur, suatu refleksi religius
tatkala musibah datang menimpa.[13]
|
PENUTUP
1. KESIMPULAN
|
Surah Yusuf
turun di Mekah sebelum Nabi saw. Berhijrah ke Madinah. Situasi dakwah ketika
itu serupa dengan situasi turunnya surah Yunus, yakni sangat kritis, khususnya
setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj di mana sekian banyak yang meragukan
pengalaman Nabi saw. Itu; bahkan sebagian yang lemah imannya menjadi murtad. Di
sisi lain, jiwa Nabi Muhammad saw. Sedang diliputi oleh kesedihan, karena istri
beliau, Sayyidah Khadijah ra., dan paman beliau, Abu Thalib, baru saja wafat.
Nah, dalam situasi semacam itulah turun surah ini untuk menguatkan hati Nabi
saw.
2. SARAN
Penulis menyimpulkan bahwa tugas
makalah ini masih belum sempurna dan msih banyak kesalahan, oleh karena itu
penulis menerima kritik dan saran bagi pembaca guna menyempurnakan makalah ini
agar bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
|
K. H. Q. Shaleh, et, 2000, Asbabun Nuzul, Bandung, CV penerbit diponegoro.
Shihab, M. Quraish, 2007, Tafsir Al-Mishbah, Cet. VIII,
Jakarta, Penerbit Lentera Hati.
Elias, Mauric J., dkk, 2000, cara Efektif mengasuh anak dengan
EQ, Bandung, Kaifa.
Shihab, Quraish, 2004, Tafsir al-Misbab, Jakarta, Lentera
Hati.
Rohim, Aunur, Iip Wijayanto, 2001, kepemimpinan islam, Yogyakarta,
UUI Press.
Al-Khuly, Muhammad Abdul Aziz, 1989, Akhlak Rasulullah SAW,
terj. Abdullah Shonhadji, Semarang, Wicaksana.
|
[1] Terjemahan
ayat tersebut: Allah telah Menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu)
al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karena
kulit orang-orang yang takut kepada Rabb-nya, kemudian menjadi tenang kulit dan
hati mereka diwaktumengingat Allah. Itulah petunjuk Allah. Dengan kitab itu,
Dia menunjuki siapa yang Dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang Disesatkan
Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya.
[2] Terjemahan
ayat tersebut: Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk
tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun
(kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan kitab kepadanya. Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka
lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah
orang-orang yang pasik.
[3] K. H. Q.
Shaleh, et. Al, Asbabun Nuzul, ( Bandung: CV penerbit diponegoro.
2000), Edisi kedua, Hal. 295-296.
[4] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati,
2007), Cet. VIII, Hal. 387.
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta:
Penerbit Lentera Hati, 2007), Cet. VIII, Hal. 387-390.
[9] Quraish
Shihab, Tafsir al-Misbab, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), hal. 439
[10] Aunur Rohim
dan Iip Wijayanto, kepemimpinan islam ( Yogyakarta: UUI Press, 2001),
hal. 31-32
[11] Muhammad Abdul Aziz Al-Khuly, Akhlak Rasulullah SAW, terj.
Abdullah Shonhadji (Semarang:Wicaksana, 1989), hal. 485.
[12] Ibit, hal. 487
[13] Quraish Shihab, tafsir al-misbab, hal. 489.
0 comments:
Post a Comment