1. Pendidikan
adalah aktifitas dan usaha manusia untuk
meningkatkan kepribadiannya dengan jalan
membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pakir, karsa, rasa cipta
dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta keterampilan-keterampilan).
Pendidikan juga berarti lembaga
yang bertanggung jawab menerapkan
cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga-
lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat. [1]
- Menurut Prof. Dr. N. Driyarkara
Ilmu pendidikan adalah
pemikiran ilmiah tentan realitas yang kita sebut pendidik ( mendidik dan
dididik). Pemikiran ilmiah bersifat kritis, metodis, dan sistematis.
- Menurut Prof. M. J. Langeveld
Paedogogi atau ilmu
mendidik ialah suatu ilmu yang bukan saja menelaah objeknya untuk mengetahui
betapa keadaan atau hakiki objek itu, melainkan mempelajari pula betapa
hendaknya bertindak. Objek ilmu pendidikan ialah proses-proses atau situasi
pendidikan
- Menurut
Dr. Sutari Imam Barnadib
Ilmu pendidikan
mempelajari suasana dan proses pendidikan.
- Menurut Prof. Brodjonegoro
Ilmu pendidikan atau
paedagogi adalah teori pendidikan, perenungan tentang pendidikan. Dalam arti
yang luas paedagogi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari soal-soal yang
timbul dalam praktik pendidikan.[2]
Secara umum, ilmu
pendidikan dipahami dalam dua pengertian. Pengertian pertama, ilmu pendidikan
dipahami sebagai seni mendidik (the art
of educating), atau seni mengajar (the
art of teachig) sebagaimana diungkapkan Canter V. Good. Pengertian semacam
ini mengangap ilmu pendidikan berisi sederetan kiat-kiat jitu dalam mendidik
yang efektif, sebagaimana telah dikaji dan diteliti para ahli. Pengertian
kedua,ilmu pendidikan dipahami sebagai disiplin ilmu yang mempelajari fenomena
pendidikan dengan prinsip-prinsip ilmiah (science
of education).[3]
2.
a. Dasar pendidikan
Dasar pendidikan adalah persoalan dasar
merupakan masalah yang sangat findemental dalam pelaksanaan pendidikan karena
dasar pendidikan itu akan menentukan corak dan isi pendidikan.
b. Fungsi pendidikan
Fungsi
pendidikan dalam arti mikro (sempit) ialah membantu (secara sadar) perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik. Fungsi pendidikan secara mikro (luas) ialah
sebagai alat:
1) pengembangan pribadi
;
2) pengembangan warga
negara ;
3) pengembangan
kebudayaan ;
4) pengembangan bangsa.
Pada prinsipnya
mendidik ialah memberi tuntunan, bantuan, pertolongan kepada peserta didik.[4]
c.
Tujuan pendidikan
-
Tujuan pendidikan di Indonesia tertulis pada Undang-Undang Republik Indonesia
(UURI) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta
peraturan-peraturan pemerintah yang bertalian deengan pendidikan. Pada uraian
berikut akan dikemukakan tujuan-tujuan pendidikan itu, yang diakhiri dengan
tujuan pendidikan secara umum.
Dalam Peraturan pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 Ayat 1 disebutkan
pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar:
1) Kecerdasan
2) Pengetahuan
3) Kepribadian
4) Akhlak mulia
5) Keterampilan untuk
hidup mandiri
6) Mengikuti pendidikan
lebih lanjut[5]
-
Tujuan pendidikan di Indonesia bisa dibaca pada GBHN, berbagai peraturan
pemerintahan dan undang-undang pendidikan.Pertama-tama mari kita lihat GBHN
Tahun 1993. Dalam GBHN itu dijelaskan bahwa kebijaksanaan pembangunan sektor
pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil,
berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, dan
sehat jasmani-rohani. Indikator-indikator tujuan pendidikan diatas dapat
dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1)
Hubungan dengan Tuhan, ialah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2)
Pembentukan pribadi, mencakup berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri,
maju tangguh, cerdas, dan kreatif.
3)
Bidang usaha, mencakup terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional,
bertanggung jawab, dan produktif.
4)
Kesehatan, yang mencakup kesehatan jasmani dan rohani.[6]
d.
Pendidikan Sebagai Ilmu
Ilmu
pendidikan termasuk dianggap ilmu karena empat alasan.
1)
ilmu pendidikan adalah ilmu yang obyektif. Obyek-obyek ilmu pendidikan ada dua
yaitu obyek material dan formal. Obyek materialnya adalah manusia, obyek
formalnya adalah upaya pengembangan subjek atau satuan sosial menjadi secara
normatif lebih baik.
2)
rasional-metodis yaitu memiliki langkah-langkah rasional metodis yang sesuai
dengan penalaran manusia. Metode yang dipakai ilmu pendidikan adalah: normatif,
eksplanatori, tehnologis, deskriptif-fenomenologis, hermeneutis, dan
analitis-kritis.
3)
apa yang ditelaah oleh ilmu pendidikan telah memiliki evidensi empirik
4)
disiplin ilmu pendidikan memilikiseperangkat hasil kajian yang disusun secara
ekumulatif-sistematis. Sistematika ilmu pendidikan dibangun atas dasar
ciri-ciri esensial aktivitas pendidikan dan unsur-unsur proses pendidikan. Ilmu
pendidikan dibedakan menjadi empat macam:
1) ilmu pendidikan
teoretis;
2) ilmu pendidikan
praktis;
3) ilmu pendidikan
sistematis; dan
4) ilmu pendidikan
historis.[7]
e.
Pendidikan Sebagai Sistem
McAshan (1983)
mendefinisikan sistem sebagai strategi yang menyeluruh atau rencana dikomposisi
oleh satu set elemen, yang harmonis, merepresentasikan kesatuan unit,
masing-masing element mempunyai tujuan sendiri yang semuanya berkaitan terurut
dalam bentuk logis. Sementara itu Immegart (1972) mengatakan esensi sistem
adalah merupakan suatu keseluruhan yang memiliki bagian-bagian yang tersusun
secara sistematis, bagian-bagian itu berelasi satu dengan yang lain, serta peduli
terhadap konteks lingkungnnya. Dari kedua pendapat diatas jelaslah sistem itu
memiliki struktur yang teratur. Sistem terdiri dari beberapa subsistem, setiap
subsistem mungkin terdiri dari beberapa sub-subsistem, selanjutnya setiap
sub-sub-subsistem, begitu seharusnya sampai bagian itu tidak dapat dibagi lagi
yang disebut komponen. Sistem itu adalah sebagai suatu strategi, cara berpikir,
atau model berpikir. Ini berarti ada model berpikir sistem dan ada pula model
berpikir nonsistem. Melaksanakan pendidikan agama secara sistem akan menekankan
pada semua aspeknya secara berimbang seperti pemahaman, hafalan, penghayatan,
tindakan sehari-hari, pergaulan dimasyarakat, dan sebagainya. Tetapi bila
melaksanakannya dengan nonsistem, mungkin akan menekankan tentang cara
sembahyang saja, atau hafalannya saja, dengan menomorduakan yang lain. Secara
konsep berpikir secara sistem dipandang lebih baik daripada secara nonsistem
dalam melaksanakan atau menyelesaikan secara nonsistem dalam melaksanakan atau
menyelesaikan maslah tertentu.[8]
Proses
pendidikan sebagai sistem
Masukan
|
Keluaran/Hasil
|
Proses Usaha
|
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1979) menjelaskan pula bahwa “pendidikan merupakan suatu sistem yang mempunyai
unsur-unsur tujuan/sasaran pendidikan, peserta didik, pengelolaan pendidikan,
struktur/jenjang. Kurikulum dan peralatan/fasilitas.[9]
3. Faktor
pendidikan merupakan sebuah faktor dalam pendidikan yang memiliki fungsi
sebagai pengajar atau pendidik yang akan menuntun atau membimbing suatu murid
atau siswa yang diajar bisa mncapai tujuan nya.
Dalam aktivitas pendidikan ada enam
faktor pendidikan yang dapat membentuk pola interaksi atau saling mempengaruhi
namun faktor integratirnya terutama terletak pada pendidik dengan segala
kemampuan dan keterbatasan.
Keenam faktor pendidikan tersebut
meliputi:
a. Faktor tujuan
Dalam praktik pendidikan, baik
dilingkungan keluarga, disekolah maupun dimasyarakat luas, banyak sekali tujuan
pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai (dimiliki) oleh
peserta didiknya. Menurut Langeveld dalam bukunya Beknopte Teoritische
Pedagogik dibedakan adanya macam-macam tujuan sebagai berikut :
1)Tujuan umum
2)Tujuan tak sempurna (tak lengkap)
3)Tujuan sementara
4)Tujuan
perantara
5)Tujuan insidental.
b. faktor
pendidikan
kita dapat membedakan pendidikan itu
menjadi dua kategori, ialah:
1) Pendidikan menurut kodrat, yaitu
orang tua; dan
2) Pendidikan menurut jabatan, ialah
guru
Orang tua sebagai pendidik menurut
kodrat adalah pendidik pertama dan utama, karena secara kodrati anak manusia
dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam keadaan tidak berdaya.
Hubungan orang tua dengan anaknya dalam
hubungan edukatif, mengandung dua unsur dasar, yaitu:
1) unsur kasih sayang pendidik terhadap
anak
2) unsur kesadaran
dan tanggung jawab dari pendidik untuk menuntun perkembangan anak.
Guru sebagai pendidik menurut jabatan
menerima tanggung jawab dari tiga pihak yaitu orang tua, masyarakat dan negara.
Tanggung jawab dari orang tua diterima guru atas dasar kepercayaan, bahwa guru
mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan peserta
didik dan diharapkan pula dari pribadi guru memancar sikap-sikap dan
sifat-sifat yang normatif baik sebagai kelanjutan dari sikap dan sifat orang
tua pada umumnya, antara lain:
1) kasih sayang kepada peserta didik;
2) tanggung jawab kepada tugas
pendidikan.
c. Faktor
peserta didik
Dalam
pendidikan tradisional, peserta didik dipandang sebagai organisme yang pasif,
hanya menerima informasi dari orang dewasa. Kini dengan makin cepatnya
perubahan sosial, dan berkat penemuan teknologi, maka komunikasi antar manusia
berkembang secara cepat. Peserta didik dalam usia dan tingkat kelas sama bisa
memiliki profil materi pengetahuan yang berdeda-beda. Hal ini tergantung kepada
konteks yang mendorong perkembangan seseorang.
Ada empat konteks yang dapat disebutkan,
yaitu:
1) lingkungan
dimana peserta belajar secara kebetulan dan kadang-kadang, disini mereka
belajar tidak terprogram;
2) lingkungan
belajar dimana peserta didik belajar secara sengaja dan dikehendaki;
3) sekolah
dimana peserta didik belajar mengikuti program yang diterapkan; dan
4) lingkungan
pendidikan optimal, di sekolah yang ideal dimana peserta dapat melakukan cara
belajar siswa aktif (CBSA) sekaligus menghayati/ mengimplisitkan nilai-nilai.
d. Faktor isi/
materi pendidikan
Yang termasuk dalam arti/ materi
pendidikan ialah segala sesuatu oleh pendidikan langsung diberikan kepada
peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, ada syarat utama dalam
pemulihan beban/materi pendidikan, yaitu:
1) materi harus sesuai dengan tujuan
pendidikan;
2) materi harus dengan peserta didik.
e. Faktor metode
pendidikan
Peristiwa pendidikan ditandai dengan
adanya interaksi edukatif. Agar interaksi ini dapat berlangsung secara efektif
dan efisien dalam mencapai tujuan, maka disamping dibutuhkan pemilihan
bahan/materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode yang tepat pula.
Metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
f. Faktor
situasi lingkungan
Situasi lingkungan mempengaruhi proses
dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan
ini meliputi lingkungan fisis, lingkungan teknis dan lingkungan sosio-kultural.
Dalam hal-hal dimana situasi lingkungan ini berpengaruh secara negatif terhadap
pendidikan, maka lingkungan itu menjadi pembatas pendidikan.[10]
4. Pembawaan dan
lingkungan terhadap pendidikan
Pembawaan atau
turunan (hereditas) adalah warisan yang dibawa anak sejak lahir dari kandungan
ibunya dan yang berasal nenek moyang. Pembawaan tersebut berupa: bentuk tubuh,
raut muka warna kulit, bakat, intelegensi, sifat-sifat / watak dan penyakit.
Pengaruh
pembawaan dan lingkungan terhadap pendidikan ada beberapa faktor yaitu:
a. Faktor
internal yaitu aspek fisiologis dan aspek psikologis ( faktor dari diri/
keadaan dirinya sendiri.
b. Faktor
eksternal yaitu faktor dari sebuah lingkungan sekitar ( dari luar)
c. Faktor
pendekatan belajar, yakni bagaimana jenis anak ini belajar apakah ia giat atau
malas dalam belajar.
5. Konsep,
dasar-dasar dan implikasi pendidikan seumur hidup
- Konsep pendidikan seumur hidup
Dalam GBHN dinyatakan bahwa “pendidikan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga,
sekolah, dan masyarakat. Karena itu, pendidikan ialah tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah”.
Konsep pendidikan seumur hidup
merumuskan suatu asas bahwa pendidikan adalah suatu proses yang terus-menerus
(kontinu) dari bayi sampai meninggal dunia. Konsep ini sesuai dengan konsep
islam seperti yang tercantum dalam hadist Nabi Muhammad SAW., yang menganjurkan
belajar mulai dari buaian sampai keliang kubur.
Dalam pendidikan seumur hidup dikenal
adanya 4 macam konsep kunci, yaitu:
1) Konsep pendidikan seumur hidup itu
sendiri
2) Konsep belajar seumur hidup
3) Konsep pelajar seumur hidup
4) Kurikulum yang membantu pendidikan
seumur hidup
-
Dasar
pendidikan seumur hidup
Ada
bermacam-macam dasar pemikiran yang menyatakan bahwa pendidikan seumur hidup
sangat penting.
Dasar
pemikiran tersebut ditinjau dari beberapa segi antara lain:
1)
Ideologis
2)
Ekonomis
3)
Sosiologis
4)
Politis
5)
Teknologis
6)
Psikologis dan padagogis
-
Implikasi Konsep pendidikan seumur hidup pada program-program pendidikan.
Implikasi
pendidikan seumur hidup pada program pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh
Ananda W.P. Guruge, dalam garis besarnya dapat dikelompokkan dalam enam
kategori, sebagai berikut:
a.
Pendidikan baca tulis fungsional
b.
Pendidikan vocasional
c.
Pendidikan profesional
d.
Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan
e.
Pendidikan kewargaan negara dan kedewasaan politik
f.
Pendidikan kultural dan pengisian waktu luang
-
Implikasi konsep pendidikan seumur hidup dan sasaran pendidikan
Adapun mengenai implikasi konsep
pendidikan seumur hidup ini pada sasaran pendidikan, Ananda W. P. Guruge jugs
mengklasifikasikannya dalam enam kategori, masing-masing dengan prioritas
programnya.
Masing-masing kategori tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Para buruh dan petani
b. Golongan remaja yang terganggu
pendidikan sekolahnya
c. Para pekerja yang berketerampilan
d. Golongan technicians dan
professionals
e. Para pemimpin dalam masyarakat
f. Golongan anggota masyarakat yang
sudah tua.[11]
[1] Drs. H. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar
Kependidikan, (Jakarta:PT RINEKA CIPTA, 2005), Cet IV, Hal 7
[2] Hasbullah, Dasar-Dasar
Ilmu Pendidikan, (Jakarta:PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2006), Hal 7
[3] Arif Rohman, Memahami
pendidikan & Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta:LaskBang Mediatama
Yogyakarta, 2009), Cet I, Hal 11
[4] Drs. H. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar
Kependidikan, (Jakarta:PT RINEKA CIPTA, 2005), Cet IV, Hal 11
[5] Prof. Dr. Made Pidarta, Landasan
kependidikan, (Jakarta:PT RINEKA CIPTA, 2007), Cet II, Hal 12.
[7] Arif
Rohman, Memahami pendidikan & Ilmu Pendidikan,
(Yogyakarta:LaskBang Mediatama Yogyakarta, 2009), Cet I, Hal 72-73
[8] Prof. Dr. Made Pidarta, Landasan
kependidikan, (Jakarta:PT RINEKA CIPTA, 2007), Cet II, Hal
27-28.
[9] Drs. H. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar
Kependidikan, (Jakarta:PT RINEKA CIPTA, 2005), Cet IV, Hal 110.
[10] Drs. H. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar
Kependidikan, (Jakarta:PT RINEKA CIPTA, 2005), Cet IV, Hal 7-10.
[11] Drs. H. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar
Kependidikan, (Jakarta:PT RINEKA CIPTA, 2005), Cet IV, Hal 40-54.
0 comments:
Post a Comment